Railway Herritage Indonesia by Tjahjono Rahardjo

Thursday, November 30, 2017

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya, merupakan sebuah slogan yang acapkali kita dengar. Pada kelas #AkberSMG141, komunitas Akademi Berbagi Semarang mencoba menampilkan sisi sejarah perkeretaapian melalui sudut pandang seorang ahli, Tjahjono Rahardjo. Dengan hujan yang mengguyur malam Kota Semarang, Tjahjono dan Akberians mengupas secara rinci sejarah awal kereta api hingga masuknya kendaraan ini di Kota Lumpia.
Bertempat di John Dijkstra Cafe Library, Tjahjono menjelaskan bahwa pada abad ke 19, pekerbunan milik pemodal swasta barat berkembang di Jawa. Muncul istilah Apanage, yang berarti 'tanah lungguh' yaitu tanah yang disewa dan digunakan para bangsawan untuk membuka perkebunan nila, tembakau, kopi dan tebu. Selain di Jawa, pekebunan ini juga berkembang di wilayah Sumatera pada tahun 1863.
Hal ini kemudian memunculkan kebutuhan sarana transportasi untuk mengangkut hasil perkebunan dari pedalaman untuk kemdian di ekspor ke Eropa. Tahun 1840 pun muncul wacana pembangunan kereta api. Namun pada perjalanannya mengalami pro dan kontra antara pihak swasta dan pemerintah dalam hal pembangunan proyek tersebut.
Suatu konsorisum atau kumpulan pengusaha yang terdiri dari J.P. Bordes, W. Poolman, A. Faster dan E.H. Kol berhasil mendapatkan ijin atas proyek ini. Setelah mendapat konsesi ini, mereka mendirikan perusahaan bernama Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschaappij (NISM). Pembangunan pun dimulai pada tahun 1864, tepatnya pada 17 Juni tahun tersebut. Konstruksi jalur kereta pertama ini adalah Semarang dan vorsternlanden (tanah kerajaan).
Lebah sepur saat itu menyesuaikan ukuran yang ada di Belanda yakni 1435 mm. Namun karena kesulitan keuangan dan masalah-masalah teknis pada 1867, pembangunan berhenti dan hanya menghasilkan jalur Semarang-Tangoeng (Tanggung) dengan total 25 kilometer. Baru pada 1873 seluruh lintasan Semarang-Solo-Yogyakarta (termasuk lintasan cabang Kedungjati-Ambarawa) bisa diselesaikan dengan total panjang jalur 205 kilometer. Berikut ini merupakan dokumentasi pembangunan lintasan kereta api yang berhasil dihimpun oleh Tjahjono :

Pembangunan lintas NIS Semarang – Tanggung (1864) ~ sumber Tjahjono Rahardjo



Pembangunan lintas NIS Semarang – Vorstenlanden dekat Kedungjati (1868)~ sumber Tjahjono Rahardjo


Jadwal perjalan KA pertama, 10 Agustus 1867~ sumber Tjahjono Rahardjo


Samarang (Tambaksari) NIS (1867-1914)~ sumber Tjahjono Rahardjo


Tangoeng (1867)~ sumber Tjahjono Rahardjo   
Peristiwa-peristaiwa tersebut berlanjut hingga diresmikannya jalan kereta api antara Batavia (Jakarta) dengan Buitenzorg (Bogor) sepanjang 56 kilometer. Namun berbeda dengan jalur Semarang yang menggunakan lebar 1435 mm, jalur Batavia-Bogot meggunakan lebar yang lebih kecil yakni 1036 mm yang merupakan rekomendasi dari Kool dan Henket. Lima tahun kemudian jalur Surabaya-Pasuruan diresmikan tepatnya pada 16 Mei 1878.
   Perkembangan transportasi darat ini pun mencapai awal kemerdekaan dan memberikan kesempatan Indonesia untuk membentuk Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI) oleh Angkatan Moeda Kereta Api (AMKA). Dalam sejarah kereta api ini di Indonesia tercata pula peristiwa manis saat anggota Divisi Siliwangi tiba di Yogyakarta karena harus meninggalkan daerah yang diserahkan pada Belanda akibat Perjanjian Renville 15 Januari 1948. Peristiwa ini mengilhami Ismail Marzuki menciptakan lagu “Sepasang Mata Bola”.

Semoga Akberian terbantu dengan cerita sejarah perkeretaapian Indonesia. Khususnya di Semarang. Semoga teman - teman menjadi terbantu dengan informasi ini, dan lebih mencintai sejarah. So, Semangat Bernostalgia Akberian!

Ditulis oleh : Wildan

You Might Also Like

0 komentar

About Us



Sugeng Rawuh

di laman Akademi Berbagi Semarang.


Kami adalah sebuah Gerakan Berbagi yang membuat kelas tatap muka untuk mempertemukan murid dengan guru secara rutin dan Gratis. Berbagi Bikin Happy!

Like us on Facebook

Follow Us On Twitter